Minggu, 08 April 2012

SEBERKAS KAH PANCASILA ?

SEBERKAS KAH PANCASILA ?

Pada era pergeseran jaman dari nenek moyang ke modernisasi terdapat poin penting yang perlu diperhatikan. Hal ini mengenai keadaan pasar yang mengalami konstruk sosial. Dalam bentuk apapun barang tersebut, di Indonesia telah banyak tempat penting yang dikuasai salah satunya adalah kompartemen produsen. Yang sudah tidak di huni oleh orang pribumi yakni rakyat Indonesia. Mereka telah di bentuk mind setnya ke dalam jurang degradasi.

Dinamika kehidupan makin nampak dalam pemproduksian benda yaitu dinamika perilaku transaksi jual beli yang sangat intens. Dari transaksi tersebut muncul adanya ketergantungan bagi konsumen. Disini konsumen disebut ketergantungan jika tidak pernah sama sekali menghasilkan atau memproduksi barang yang dapat bermanfaat. Yang terjadi pada bangsa Indonesia bagaimana, Apakah sekonsumtif seperti itu ataukah tidak konsumtif dan produktif ?

Kondisi seperti itulah yang menjadi salah satu faktor adanya kesenjangan sosial. Terdapat perilaku yang saling bersaing dalam bentuk benda. Sehingga hanya memperhitungkan mana yang lebih mahal, walaupun sedikit banyak pemikiran seperti itu muncul dan kita telah tidak sadar bahwa mind set produktif kita telah terancam punah. Bahkan malignanya sampai ke degradasi mental. Rasa keingintahuan untuk berproses semakin terkikis karena sudah terbentuk mind set of practical.


Masih di dalam konteks konstruk sosial bahwa beberapa kondisi yang terjadi pada unsur sosial masyarakat yaitu pada dasarnya terdapat berbagai ras dan budaya di Indonesia yang menjadi acuan baik perilaku, norma, kebiasaan, dan karakter. Semakin banyak ras maka semakin banyak pula keanekaragaman yang muncul. Dasar yang membentuk baik pola fikir dan perilaku salah satunya adalah environment. Entah pemeluk agama, penghayat, penganut faham, dan fanatik terhadap ekosistem. Pernah juga terdengar bahwa Karl Mark seorang tokoh sosial asal Jerman, membagi masyarakat menjadi 2 bagian yaitu Borjuis dan Ploletar. Pekerja yang bekerja pada Bos tidak terlepas dari aturan yang menjadi wewenang bagi Bos. Hal tersebut adalah analogi sederhana dari kehidupan yang pada aturan negara yaitu UUD 45 bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih, kehidupan yang layak, SDA yang dikelola oleh manusia itu sendiri untuk kelangsungan hidup. Sehingga munculah problematika yang bertolak belakang dengan aturan tersebut. Ada satu contoh yaitu munculnya FPI dan PERDA Syariat yang ikut serta mengatur jalannya hukum negara berlandaskan agama. Nurani dari semua agama sebenarnya menginginkan kedamaian dan kesejahteraan. Namun tanpa pandang bulu landasan hukum Indonesia telah bergeser menjadi nomor yang kesekian. Tidak hanya di sebut rasis namun juga agama entertainment. Dampak yang terjadi adalah keanekaragaman nusantara sudah pucat.

Berbagai macam bentuk dari konstruk sosial selalu terjadi dengan hitungan detik. Tinggal bagaimana benar-benar memahami memanusiakan manusia. Sampai saat ini senjata yang dipegang adalah pancasila        
 

1 komentar:

  1. Mengapa pergeseran dari ekonomi pancasila (ps 33) ke sosio-ekonomi kapitalis liberal ala amrik beserta dampak ikutannya tidak dikritisi atau tidak mendapat porsi perhatian? Jika itu yang terjadi, bagi umat Islam merasa perlu mengambil alih peran untuk menghadapi liberalis kapitalis Amerika - yang dipandang akan menjauhkan ummat Islam dari agamanya.

    BalasHapus