Akhir
akhir ini masyarakt kabupaten nganjuk tangah dilanda budaya tumben dan
upacara jual muka,sebuah budaya dan tradisi baru yang diadakan oleh beberapa kelompok orang terkait peringatan "pilihlah saya". Pemilihan kepala daerah yang sejatinya akan
dilaksanakan sekitar bulan Desember kelak tidak begitu memancing
banyak simpati rakyat kecil termasuk penulis. Namun setidaknya
menjadikan penulis melihat trend serta tradisi turun temurun yang
sedikit memuakkan dimana kota dan desa yang bersih menjadi penuuh
dengan poster dan spanduk spanduk konyol yang berjejal jejal hanya
untuk memeparkan wajah konyol para calon sudah dimulai. Pasar pasar menjadi sasaran
empuk kampanye, bagi sebagian besar masyarakat indonesia hal seperti
ini sudahlah tidak asing lagi terutama saat mendekati pemilu, budaya
Tumben ini sudah sangat melekat erat dibenak sebagian besar rakyat
indonesia,dimana yang dalam salah satu upacaranya banyak diminati
oleh masyarakat adalah ketika para calon banyak memeberikan sumbangan
sumbangan kepada rakyat tidak mampu serta perhatian lebih yang tidak
seperti biasanya,inilah yang disebut dengan upacara jual muka. Para
calon berlomba lomba mencari muka didepan masyarakat demi sebuah
harapan agar nama mereka kelak di coblos pada pemilihan.
Sejatinyalah memang Budaya Tumben sudah cukup dikenal, tetapi belum tentu semua menyadari bahwa kita juga terlibat (melakukannya). Lihat saja perilaku para calon kepala daerah. Setiap akan ada pemilihan, ramai-ramai sang calon keliling kampung, blusukan ke pasar-pasar, bahkan ke tempat yang sebelumnya dianggap tidak layak dikunjungi. Mereka menjual muka dengan berbagai cara agar mukanya dicoblos pada saat pemilihan. Ada yang menyumbang panti asuhan, ada pula yang berpura-pura prihatin terhadap nasib rakyat kecil. Upacara jual muka ini hanya dilakukan sekali dalam lima tahun, dan akan berulang lima tahun berikutnya.
Sayangnya, terlalu banyak rakyat yang ikut larut di dalamnya tanpa memahami bahwa dirinya diperalat. Bahkan, ada yang rela diadu domba dengan saudaranya sendiri demi memenuhi kepentingan sang calon. Perlu saya yakinkan bahwa rakyat tersebut tidak akan mendapatkan apa pun selain kerugian yang besar. Mereka akan segera dilupakan begitu sang calon naik tahta.
Selama lima tahun ke depan tidak akan ada calon-calon yang dulu dielu-elukan menanyakan nasib rakyat, apalagi memperbaikinya. Rakyat tinggal menunggu janji-janji yang tidak akan pernah terpenuhi. Sang raja pasti merasa tidak pernah berjanji apapun terhadap rakyat. Mereka sibuk menata kursi dan mempertahankan posisi.
Namun demikian, kita tidak perlu khawatir. Minimal lima tahun lagi kita akan dipertemukan lagi dengan Upacara Jual Muka dalam Budaya Tumben tadi. Yaitu, tumben baik hati, tumben peduli, tumben bagi-bagi, dan tumben-tumben lain yang tujuannya hanya untuk jual muka. Sebagai rakyat Indonesia, mari kita menyikapi perpolitikan kita secara dewasa. Mari kita berpolitik juga secara dewasa.
Sejatinyalah memang Budaya Tumben sudah cukup dikenal, tetapi belum tentu semua menyadari bahwa kita juga terlibat (melakukannya). Lihat saja perilaku para calon kepala daerah. Setiap akan ada pemilihan, ramai-ramai sang calon keliling kampung, blusukan ke pasar-pasar, bahkan ke tempat yang sebelumnya dianggap tidak layak dikunjungi. Mereka menjual muka dengan berbagai cara agar mukanya dicoblos pada saat pemilihan. Ada yang menyumbang panti asuhan, ada pula yang berpura-pura prihatin terhadap nasib rakyat kecil. Upacara jual muka ini hanya dilakukan sekali dalam lima tahun, dan akan berulang lima tahun berikutnya.
Sayangnya, terlalu banyak rakyat yang ikut larut di dalamnya tanpa memahami bahwa dirinya diperalat. Bahkan, ada yang rela diadu domba dengan saudaranya sendiri demi memenuhi kepentingan sang calon. Perlu saya yakinkan bahwa rakyat tersebut tidak akan mendapatkan apa pun selain kerugian yang besar. Mereka akan segera dilupakan begitu sang calon naik tahta.
Selama lima tahun ke depan tidak akan ada calon-calon yang dulu dielu-elukan menanyakan nasib rakyat, apalagi memperbaikinya. Rakyat tinggal menunggu janji-janji yang tidak akan pernah terpenuhi. Sang raja pasti merasa tidak pernah berjanji apapun terhadap rakyat. Mereka sibuk menata kursi dan mempertahankan posisi.
Namun demikian, kita tidak perlu khawatir. Minimal lima tahun lagi kita akan dipertemukan lagi dengan Upacara Jual Muka dalam Budaya Tumben tadi. Yaitu, tumben baik hati, tumben peduli, tumben bagi-bagi, dan tumben-tumben lain yang tujuannya hanya untuk jual muka. Sebagai rakyat Indonesia, mari kita menyikapi perpolitikan kita secara dewasa. Mari kita berpolitik juga secara dewasa.
tumben kere ketemu asong
BalasHapusrakyat pada kere, dan rakyat membeli dagangan suara pada tukang asong..huft
http://gmniuniversitaskadiri.blogspot.com/ SELENGKAPNYA ADA DI SINI...
BalasHapus