This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 April 2012

Politik Kampus dan BOYBAND

Dinamika perpolitikan di lingkungan kampus selalu menarik untuk dijadikan bahan diskusi. Konflik yang muncul justru menjadi pusaran perhatian sehingga menjadi kontrol sistem yang ada. Memang bukan menjadi suatu hal yang kompleks seperti halnya politik di suatu Negara. Organisasi Kemahasiswaan (ORMAWA)  bisa di sebut sebagai miniatur sebuah Negara. Di dalamnya terdapat suatu proses, bagaimana mengatur sebuah negara dengan baik dan benar, sehingga politik kampus menjadi sarana pendewasaan bagi mahasiswa untuk menentukan kepemimpinan yang ideal.

Politik sendiri sebenarnya merupakan Stuggle for Power yang ketahanan kekuatannya dimanfaatkan untuk menguasai sumber-sumber ekonomi. Meski demikian, politik kampus hanya “mampu” diterjemahkan sebagai Struggle for Justice and Welfare yang berjalan simultan. Politik kampus sendiri memiliki tujuan bukan semata-mata kekuasaan, namun sebagai sarana eksistensi maupun aktualisasi diri mahasiswa.

Menjadi seorang aktifis kampus adalah masa di mana penuh dengan konsekuensi terpaan. Di sadari atau tidak, ternyata banyak kenyataan yang tidak bisa dipandang remeh, suasana intrinsik dinamika politik kampus yang cukup terasa. Di kampus ini banyak pelajaran hidup yang berharga (walaupun saya juga gak paham..).

Memulai menjadi mahasiswa yang paling menarik ketika saya menjeburkan diri di BEM dengan polos tanpa noda. Dari situlah saya seakan-akan menemukan dunia “gelap” yang patut diilhami dari seseorang yang berlabel “Agent of Change” suatu bangsa (lebay..!!). Puluhan tahun berkecimpung (membanting tulang, memeras otak, berlinangan air mata) banyak peristiwa menarik tidak hanya seperti kejadian di televisi saja, seperti halnya kontradiksi suatu idiologi dan trik politik praktis suatu golongan.

Di kampus ada fenomena  yang unik dan sangat prinsipel yaitu phobia terhadap segala indikasi yang mengarah pada tindakan spionase sehingga sampai-sampai mengorbankan sisi pertemanan antar mahasiswa itu sendiri (pokoke pertempuran tanpa batas demi satu kata “..”. Itulah hidup, tapi uniknya kehidupan seperti itu malah membuat saya “..” dan semakin dewasa menyikapi permasalahan tanpa sikap yang reaksioner, namun menggunakan analisa yang logis dan kritis tidak hanya dengan balutan retorika semata melainkan dengan aktualisasi nyata . Selain itu, kehidupan “kupu-kupu malam” kolektifitas pun harus ditempuh untuk mendapatkan suatu hal.

Di kampus banyak mahasiswa yang mempunyai bakat di bidang seni. Suara mereka bagus-bagus. Mereka menyanyikan (menyuarakan) aspirasi mahasiswa/rakyat dengan merdu dan penuh penghayatan. Di tambah lagi dengan lirik berbahasa “qalbu”, tentu siapapun yang mendengar akan terkagum. Selain itu, dari kemampuan dance tidak perlu di ragukan lagi. (Per) gerakan mereka sangat lincah dan energik (militan). (biar tambah eksis, bikin BOYBAND yuks..!!)

Keberagaman (heterogenitas) masyarakat kampus tidak jarang menimbulkan konflik. Tapi tidak selamanya, keberagaman akan berujung konflik selama kita menjunjung tinggi rasa kebersamaan. Mengutip pernyataan Via Valen (biduan OM Sera), “Mau loe putih, mau loe ijo, mau loe merah, mau loe kuning, sekalian aku gak peduli. Saatnya kita reformasi diri, bersama kita bisa”. Yang merah biarkan tetap merah, yang putih biarkan tetap putih, yang hijau biarkan tetap hijau. Jangan saling menodai, biarkan kampus ini menjadi berwarna. Semoga warna itu membuat kampus ini menjadi indah.

Mari sama-sama dewasa dalam pemikiran dan sikap. Kita saling melengkapi supaya organisasi di kampus ini menjadi “stereo”. Tidak usah mendiskreditkan suatu golongan, jika kita juga termasuk (golongan yang lain).

Lika-liku dunia persilatan kampus membuat kehidupan saya menjadi berwarna. Hal itu adalah sebuah pengalaman berharga yang akan saya kenang sepanjang masa dan sebagian sebuah masa lalu yang biarlah berlalu.

Salam Mahasiswa..!!

EOP_26/01/12

Resensi Film

Pornografi merupakan bisnis yang besar dan bisa dikatakan  menjadi pemicu masalah moral. Salah satu bentuk pornografi adalah dalam AV (Adult Video). Tidak seperti yang anda  lihat dalam tayangan film dan yang anda bayangkan, ternyata di balik pembuatan film tersebut ada beberapa fakta  mengejutkan yang jarang terexpose kepermukaan. Artisnya mengalami semacam “tekanan” dalam menjalankan profesi tersebut. Pada dasarnya profesi ini bukanlah sebuah profesi yang didasari hobi atau semacamnya, melainkan karena suatu keterpaksaan.

Para artis (pekerja) tersebut terkooptasi dan tereksploitasi oleh para kapitalis (pemilik modal).  Di sini anda janganlah melihat suatu dari luarnya saja karena tidak jarang nilai-nilai yang lebih substansial berada jauh di dalamnya.

Beberapa fakta dalam pembuatan AV (Adult Video) :
  1. Proses pembuatan film bisa memekan waktu 18 jam dalam sehari dan dalam sehari bisa shooting untuk 2 s/d 4 scene yang berbeda.
  2. Saat shooting sangat menyiksa baik secara fisik maupun mental. Sekitar 15 orang ikut di dalam nya mulai sutradara dst (melihat adegan secara langsung). Setiap scene bisa berlangsung berjam-jam tergantung dari aktornya apakah bisa “tampil” sesuai dengan harapan sutradara dan apa si artis yang harus istirahat dulu karena rasa sakit saat melakukan adegan hardcore.
  3. Saat menunggu scene berikutnya biasanya si “pemain” menghabiskan waktu untuk minum-minuman keras atau menggunakan narkoba untuk mengurangi rasa sakit dan malu dalam adegan scene berikutnya.
Kalau kita berbicara AV (Adult Video) kurang lengkap kalau tidak membicarakan Negara Jepang. Industri AV sangar menjamur di Negara ini. Umumnya bisnis ini di kuasai oleh “YAKUZA”. Di Jepang pornografi adalah bisnis yang legal. Namun dalm pengertian legal tersebut di dalamnya terdapat pakem-pakem tertentu yang harus di patuhi, misal di larang memperlihatkan secara transparan alat kelamin dll. Di lihat dari prespektif agama Shinto ( agama mayoritas penduduk Jepang) sebenarnya tidak melarang memperlihatkan alat kelamin, sebagai contoh dalam festifal ” jabate” (membuat patung dari kayu yang melambangkan alat kelamin). Terlepas dari itu di Jepang sangat dilarang memperlihatkan alat kelamin secara transparan  yang di tetapkan dalam hukum Negara.

Marak dan bebasnya peredaran barang-barang pornografi di Jepang ternyata berbanding terbalik dengan relatif  kecilnya prosentase angka kejahatan seksual seperti pemerkosaan. Satu contoh kecil saja seperti pandangan mata nakal, siulan, dan anak muda yang duduk bergerombol mengganggu gadis  yang lewat di jalan tampaknya sangat tidak umum dilakukan di Negara tersebut.

Pornografi bukan sekedar memperlihat tubuh dalam rangka kebebasan ekspresi. Didalamnya ada masalah sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Kebebasan memerlukan aturan dan kontrol yang jauh lebih ketat,  dengan kata lain diperlukan kedewasaan dan tanggung jawab pada semua orang. Tanpa di ikuti oleh hal tersebut, maka KEBEBASAN akan menjadi PERCUMA.

Salam Mahasiswa..!!

EOP_ 02/01/12